Ke Jerman Modal Nekat? Bisa!

Siapa yang menyangka gadis cucu tukang jamu keliling yang dulunya menjajakan gorengan keliling kampung sepulang sekolah, kini bisa melanjutkan master di salah satu Universitas ternama di Jerman?.

Ke Jerman Modal Nekat? Bisa!

Modal nekad ke Jerman?. Bisa!

 

Kehidupan itu berubah dan roda itu berputar, jadi tak ada alasan untuk kita buat menyerah begitu saja menghadapi semua masalah dalam hidup, mengalami patah hati, atau pun kekecewaan karena dibuli, atau bahkan tertindas oleh hiruk pikuk kemiskinan. Karena masalah yang kita hadapi saat ini akan membentuk karakter kita menjadi orang yang tangguh dan kuat di masa depan. Kisah nyata yang akan aku tulis dibawah ini, semoga menjadi motivasi bagi pembaca sekalian dalam meraih mimpi dan keluar dari ke-galau-an yang melanda. 😀 .

Alasan kemiskinan dan dicampakkan oleh sang suami, ibu menitipkanku kepada nenek di wilayah Batu-Malang. Sedangkan beliau sendiri bekerja di Surabaya sebagai babysitter. Nenek yang membenci ayahku itu tak pernah tahan untuk tidak membuli dan menyiksaku karena dianggapnya, wajahku mirip dengan ayah.

Baca juga: Nikah Sama Bule Bukan Impian Saya

Tiap dini hari pukul 4 pagi, disuruhnya aku mengantarkan jemblem (kudapan khas Jawa yang terbuat dari singkong digoreng) ke sebuah stand gorengan di Pasar Batu. Jarak pasar dengan kontrakan kami tak begitu jauh, hanya 300 meter. Baki atau ember besar wadah gorengan itu setelah kosong, wajib diisi dengan barang belanjaan untuk membuat jamu, seperti kencur, sirih, kunyit, gula merah, lepet, majaan, dsb. Selain jamu, nenek juga menjajakan gorengan di sore hari. Jadi selain bahan untuk membuat jamu, beliau menyuruhku membeli bahan untuk membuat jemblem, ote-ote, tahu isi, seperti: singkong 5 kilo, minyak 2 kilo, tepung terigu 2 kilo, wortel 1 kilo, dsb. Sejak kecil, aku adalah gadis mungil yang susah banget menjadi gemuk, jadi barang belanjaan sedemikian banyak cukup menyiksa punggung dan tangan-tangan mungilku. Tapi rutinitas pagi itu harus selalu aku lakukan demi mendapat uang saku untuk berangkat sekolah.

Di sore hari, aku harus membantu nenek menjajakan gorengan keliling kampung demi mendapat uang saku untuk naik angkot dari Temas ke Beji. Di Beji, aku harus les untuk memenangkan olimpiade IPS saat itu. Jika aku tak menjual gorengan itu sampai habis, tamatlah riwayatku. Tak hanya aku harus jalan kali sejauh 9 km ke Beji, tapi juga cambukan dan cetholan di sekujur tubuh. Kadang, gorengan yang masih tersisa itu aku tangisi hingga basah oleh air mata. Tetangga yang tahu penderitaanku tersebut, kadang menebas semua sisa gorengan agar aku luput dari amuk nenek.

Meskipun terdengar menyedihkan, tapi sebagai anak kecil polos, saat itu aku senang dan bangga pada diriku sendiri karena merasa berguna bagi orang tua. Kemiskinan dan kesusahan hidup saat itu, tak membuatku berhenti bermimpi. Saat halaman terakhir atlas, aku selalu saja bermimpi untuk bisa ke menara Eiffel di Paris (yang sudah kulakukan beberapa kali sejak aku di Jerman).

Gimana ceritanya bisa di Jerman?

Kalau kalian mengira aku anak miskin tapi jenius, itu salah besar. Saat SMP, aku pernah mendapat peringkat 35 dari 40 siswa. Yang bisa aku deskripsikan dari diriku ini: aku tidak begitu pintar, tak juga sangat rajin, tak juga beruntung terlahir di keluarga kaya, item, kurus dan dikatain serta dibully tetangga bahkan keluarga jelek dan lusuh, sehingga aku tak beruntung juga mendapatkan suami kaya. Bahkan 2 tahun sebelum ke Jerman, tunanganku memilih wanita lain dan membatalkan pernikahan kita.

Simak cerita tentang awal ke Jerman: Semua berawal dari patah hati

Modal Nekat?

Saat ini, aku menempuh pendidikan Master di Universitas Hamburg. Bukan juga karena aku mendapatkan beasiswa. Sudah kubilang tadi, aku ini tak rajin-rajin amat, juga terlalu minder untuk bersaing dengan ribuan orang yang juga menginginkan beasiswa untuk menempuh pendidikan di luar negeri. Tapi kegigihanku dan semangat untuk mencari tahu itu membawaku ke titik ini.

Awalnya, aku mencoba peruntungan dengan menjadi au pair. Setelah setahun tinggal bersama sebuah keluarga Austria, aku melihat banyak kemungkinan yang bisa dilakukan di Jerman, contohnya dengan menjadi sukarelawan (FSJ) atau Ausbildung, bahkan Kuliah gratis yang dicanangkan pemerintah Jerman sejak tahun 2014.

Tahun kedua, aku menjadi FSJ di Jerman hingga 18 bulan sambil menabung untuk meraih mimpi kuliah di Jerman. Saat itu, sebenarnya aku mendapat tawaran dari Host Family untuk dijamin (diberi Verpflichtungserklärung), tapi aku memilih untuk lepas dari mereka dan pindah ke Hamburg, sekalian belajar hidup mandiri.

Aku percaya, Tuhan selalu memberi jalan untuk hambaNya yang ingin berusaha dan pantang menyerah. Dua tahun tinggal di Jerman, aku mendapat banyak koneksi, teman baik dari Jerman maupun dari Indonesia yang senantiasa memberi semangat untuk mewujudkan keinginanku sekolah di Jerman.

Gaji au pair dan FSJ yang tak seberapa itu pun terkumpul, dan modal nekat, yakni hutang salah seorang teman Jerman hingga 8000 euro menjadi alternatif ku untuk bisa kuliah.

Baca juga: kuliah di Jerman tanpa uang jaminan 8000 euro

Katanya kuliah di Jerman gratis? Kok pakai uang 8000 euro?

Sebagian besar Universitas di Jerman tidak memungut biaya kepada mahasiswa baik dari Jerman maupun mahasiswa asing. Tapi, pemerintah Jerman harus memastikan bahwa hidup para mahasiswa asing tersebut baik-baik saja di Jerman. Sehingga, mereka harus memperlihatkan adanya uang 8000 euro di rekening bank untuk jaminan hidup mereka selama satu tahun di Jerman. Uang itu nantinya juga boleh diambil maksimal 650 euro perbulan untuk biaya hidup mahasiswa itu sendiri.

Keajaiban demi keajaiban

Setahun tinggal di Jerman, aku punya pacar orang Jerman, yang juga sangat mendukungku untuk kuliah. Bahkan ayahnya dan pamannya bersedia menjaminku agar aku tidak perlu mendepositkan uang 8000 euro di Deutsche Bank. Busyet, selain teman, host family, keluarga pacar juga bersedia menjadi tangan kepanjangan Tuhan untuk membantuku. Sayangnya, setelah 6 bulan PDKT dan 6 bulan menjalin hubungan. kami putus karena ketidak cocokan. Meski putus, dia dan keluarganya masih tetap mau jadi penjaminku, tapi aku tak mau, toh ada teman juga yang bersedia membantu.

Simak cerita tentang cowok ini: Pacaran sama cowok Jerman?

Setelah sempat putus asa dan frustasi selama 6 bulan, seorang teman menyarankanku mencoba dating sites agar aku tak selalu galau dan kangen rumah Sebelumnya aku belum pernah mencoba dating sites, tapi di Hamburg yang orangnya begitu dingin seperti cuaca di sana, membuat aku susah mendapat teman, teman Jerman tinggal di München, di München, orangnya lebih hangat dan tak begitu jaga jarak seperti orang Hamburg, sehingga aku mudah saja dapat teman di sana. Tapi aku percaya, kalau kita niatnya baik, pasti akan dipertemukan dengan orang yang baik juga. Iseng-iseng mencari teman, aku malah mendapat pacar :D, di bulan Februari 2016, aku mencoba dating sites (okcupid). Ajaibnya, hanya 1 minggu setelah daftar okcupid, aku bertemu dengan pemuda yang sangat baik dan sangat mencintaiku dan kami pacaran sampai sekarang. Pemuda ini yang selalu menyuportku dan memberi semangat untuk meraih mimpi, kuliah, menulis, menyelesaikan novel yang menjadi projekku selama bertahun-tahun, juga penasehat yang kadang bisa jadi seperti bapak, kadang juga seperti kakak 😀 . Pemuda ini yang menyembuhkan luka hatiku karena dipatahkan sebelumnya. Akhirnya, saat aku mulai kuliah, dia bersedia melakukan segala cara agar aku bisa mewujudkan mimpi itu dengan menjadi penjaminku, sehingga aku tidak perlu berhutang kepada teman Jerman, dan uang tabunganku itu bisa membantu orang tuaku di Indonesia menebus sertifikat tanah di Indonesia.

Sekelumit kisah tentang masa kecilku di atas hanya satu dari ribuan kisah pemimpi yang semoga memberi inspirasi bagi pembaca blog pursuingmydreams ini. 😀 . Siapa sangka gadis mungil penjaja gorengan itu kini bisa kuliah di Jerman?. Kalau dia bisa, kalian pun pasti juga bisa! Semangat ya 🙂 .

Sampai ketemu di kisah selanjutnya …


Tentang Penulis:

Girindra Wiratni Puspa adalah seorang yang meraih mimpi kuliah ke Jerman dengan langkah pertama sebagai Au Pair. Menetap di Jerman sejak 2014. Saat ini menempuh pendidikan Master di Universitas Hamburg.

Website: http://www.denkspa.com

 

 

PursuingMyDreams - Emaknya Benjamin

↑ Grab this Headline Animator

 

25 Comments

  1. Fikri aljufri June 14, 2018
  2. Abigail Tessa May 24, 2018
  3. Abigail Tessa May 23, 2018
  4. Abigail Tessa May 23, 2018
  5. Glentina Pasaribu May 20, 2018
  6. Riskanasution September 25, 2017
  7. adelinatampubolon July 10, 2017
  8. blogezy July 5, 2017
  9. hobilari June 19, 2017
  10. Fanny F Nila June 11, 2017
  11. Yosia Adyasta June 9, 2017
  12. jessmite May 26, 2017
  13. niee May 24, 2017
  14. Girindra Wiratni Puspa May 22, 2017
  15. Girindra Wiratni Puspa May 22, 2017
  16. Arman May 22, 2017
  17. Erdwo May 22, 2017
  18. adelescarlet May 22, 2017
  19. denkspa May 21, 2017
  20. lovelyristin May 21, 2017
  21. sigirokries May 21, 2017
  22. ZHARND May 21, 2017
error: Content is protected !!